14.5.09

MENUNAIKAN HAJI DENGAN RIHLA DAN SYUKUR

08 Oktober 2010
Narasumber : Pusat Kajian Ilmu Ilmu Islam ( Saef Hamidan)
email : pkii@indo.net.id
Edisi 186/Thn. III

Dalam waktu yang dekat ini dibulan haji semakin kita rasakan antusias kaum muslimin menyambut panggilan suci, bergegas untuk mendatangi Tanah Haram (Mekkah Almukarromah) mereka yang berasal dari segala penjuru dunia datang untuk memenuhi panggilan Alloh SWT dalam rangka menunaikan ibadah haji. Apabila tahun ini ada diantara kita yang terpanggil untuk menunaikannya, maka itu adalah suatu kenikmatan yang Alloh berikan dan tentu agar kita sadari arti hidup dan pengorbanannya sehingga merasakan betapa kita adalah "sangat kecil" dihadapan Alloh SWT dan Maha besarnya Alloh dengan segala keagungan-Nya dan kita ini hanyalah hamba-Nya, bila kita sertai ketundukan itu yaitu tanpa ada waktu dan kesempatan yang disia-siakannya dalam hidup sesungguhnya Alloh telah kehendaki atas orang-orang mukmin tersebut balasan pahala yang berlipat ganda dari apa yang dikerjakannya yaitu jika telah melalui waktu tanpa meninggalkan urusan-urusannya yang selalu dijalani dengan penuh keikhlasan, bersemangat, meringankan (tolong menolong) dalam kebaikan, riang-gembira dan penuh rasa syukur, agar kita menjadi hamba yang Ibadurrahman siapapun kita baik mereka yang belum maupun yang sudah pergi menunaikan ibadah haji.

Fenomena dimusin haji menjadi luar biasa dari tiap tahun ketahun saja dinegeri kita pemberangkatan haji mengalami peningkatan. Kesibukan pemerintahpun ditingkatkan dalam menyambut haji tahun ini walaupun mengalami kenaikan tarif, yaitu berdasarkan perhitungan tarif rata-rata angkutan haji Garuda (Indonesia) maka tarif haji sebesar US$1.754 per jemaah, ungkap Menteri Perhubungan Freddy Numberi pada rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI, Senin (17/5). (Online)

Selain itu bahwasanya kaum muslimin memahami, pada waktu bulan haji ada dua kebahagiaan yaitu menyambut hari raya Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban. Dan bagi diantara kaum muslimin yang mampu atau terpanggil untuk menunaikan haji tak kalah pentingnya turut mempersiapkan hal-hal yang diperlukan selama bermukim dan menjalani rukun haji ditanah suci. Keluarga dan sanak-saudara yang ditinggalkan pun senantiasa memberikan dorongan semangat kepada mereka yang berangkat. Dengan senang hati, ikhlas dan gembira, mereka melepas keberangkatan para calon jamaah haji. Sementara mereka yang masuk waiting list sudah mengantri agar tahun depan bisa pergi haji. Meski tergolong berat dan melelahkan, minat umat Islam, termasuk di negeri kita, untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci tidak pernah surut. Padahal ibadah haji merupakan ibadah yang memerlukan kesiapan fisik yang prima dan dana yang besar.

Rihla dalam makna haji

Kegiatan inti ibadah haji adalah dimulai pada tanggal 8 Dhulhijjah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah ada tanggal 9 Dzulhijjah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Dzulhijjah. Masyarakat Indonesia lazim juga menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan dengan perayaan ibadah haji ini. Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. Menurut etimologi bahasa arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja.

Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitulloh dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan tempat-tempat tertentu dalam definisi di atas, selain Ka'bah dan Mas'a (tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.

Istilah Rihla sendiri dalam bahasa Arab berarti mengenakan pelana pada unta atau bermakna juga suatu perjalanan. Orang yang terampil mengenakan pelana pada unta atau seorang yang banyak melakukan perjalanan jauh disebut sebagai rahhal. Dengan rihla sambil berhaji adalah suatu kesempatan untuk menimba ilmu dan pengetahuan, bertukar informasi, dan mengembangkan dakwah. Sebagaimana pernah pada masa Daulah Islam ketika ada, perjalanan/Rihla dan haji lebih berarti sekali karena saat itu tak ada batas wilayah (nation state) seperti sekarang ini, jadi bebas pergi kemanapun dan menjadi sebuah petualangan tersendiri. Seperti yang dilakukan para ulama dan para ahli hadist dahulu, pergi ke berbagai negeri hanya untuk belajar pada ulama lainnya atau untuk mendapatkan sebuah riwayat yang shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan juga banyak ahli sepertiahli geografi dan ahli Sejarah muslim juga melakukan perjalanan ke berbagai daerah untuk mengumpulkan data dan informasi secara langsung. Sebagian ilmuwan ini bahkan melakukan perjalanan yang sangat panjang demi mendapatkan pengetahuan yang diperlukannya, walaupun mungkin mereka tidak menceritakan secara detail kisah perjalannya.

Pergi haji bukanlah ukurannya sekedar mampu secara financial dan bukan pula sekedar Rihla, dinegeri kita dalam pencapaian jumlah jemaah haji yang diberangkatkan dalam tiap tahunnya mencapai 200 ribu lebih jemaah haji, ritual ini di Indonesia mampu memobilisasi dana tak kurang dari Rp. 6 triliun per tahunnya. Namun disisi lain tak mampu memberi dampak yang signifikan pada kehidupan ekonomi ummat. Sekian puluh haji dilakukan, ummat tetap terpuruk dalam kemiskinan.

Setiap ritual haji sesungguhnya mengingatkan kita pada dua tempat suci Mekkah dan Madinah. Mekkah yang dahulunya disimbolkan banyak terjadi kemusrikan disana padahal Alloh SWT tetap menurunkan rasa aman dan keberkahan di Mekkah dari sejak zaman Nabi Ibrahim hingga yang akan datang. Seperti sabda Rosulullah saw : "Sebaik-baik mereka dalam jahiliyyah adalah sebaik-baik mereka dalam Islam apabila mereka faqih" (HR. Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah). Setiap muslim harusnya menjadi pelopor dalam setiap kebaikan sebagaimana Alloh SWT memberikan banyak kenikmatan kepada kita dan sertamerta rasa syukur kita jalankan dalam wujud penghambaan yang sebenarnya kepada Alloh SWT, membuang kekhawatiran terhadap Islam tanpa perlu takut kehilangan kedudukan, jabatan, harta dan derajatnya apabila kita mengadopsi seluruh pemikiran Islam dan syariat Islam dalam kehidupan, dan tidak terkecuali oleh setiap muslim pun di dunia ini.

Alloh SWT menggambarkan hal ini didalam ayat-Nya :
"Dan mereka berkata: "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami". Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezeki (bagimu) dari sisi Kami ?. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui". (QS. Al-Qashash [28]:57)

Karena itu, beruntunglah bagi mereka yang menyambut seruan Alloh dan Rosul-Nya dan bergegas melaksanakan ketaatan kepada-Nya, sedangkan mereka takut jika mengingkarinya, dengan benar-benar memahami akan setiap kebaikan Alloh SWT.

Wallohu a'lam bishshawab

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews